A. Pengertian Dinamika Kebudayaan
Manusia dan kebudayaan merupakan kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan, karena manusia adalah pendukung keberadaan suatu kebudayaan.
Kebudayaan pada suatu masyarakat harus senantiasa memiliki fungsi yang
dapat menunjang pemenuhan kebutuhan bagi para anggota pendukung
kebudayaan. Kebudayaan harus dapat menjamin kelestarian kehidupan
biologis, memelihara ketertiban, serta memberikan motivasi kepada para
pendukungnya agar dapat terus bertahan hidup dan melakukan
kegiatan-kegiatan untuk kelangsungan hidup.
Dalam jangka waktu tertentu, semua kebudayaan mengalami perubahan.
Leslie White (1969) mengemukakan bahwa kebudayaan merupakan fenomena
yang selalu berubah sesuai dengan lingkungan alam sekitarnya dan
keperluan suatu komunitas pendukungnya. Sependapat dengan itu Haviland
(1993 : 251) menyebut bahwa salah satu penyebab mengapa kebudayaan
berubah adalah lingkungan yang dapat menuntut kebudayaan yang bersifat
adaptif. Dalam konteks ini perubahan lingkungan yang dimaksud bisa
menyangkut lingkungan alam maupun sosial.
Berkaitan dengan perubahan kebudayaan, Kingsley Davis berpendapat bahwa
perubahan-perubahan sosial dalam masyarakat merupakan bagian dari
perubahan kebudayaan (Poerwanto, 2000 : 142). Perubahan-peribahan dalam
kebudayaan mencakup seluruh bagian kebudayaan, termasuk kesenian, ilmu
pengetahuan, teknologi, filsafat, bahkan dalam bentuk dan aturan-aturan
organisasi sosial. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas, sudah
tentu ada unsur-unsur kebudayaan yang tidak dapat dipisahkan dari
masyarakat. Namun demikian setiap perubahan kebudayaan tidak perlu harus
mempengaruhi sistem sosial masyarakat yang sudah ada sebelumnya.
Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih menekankan pada
ide-ide yang mencakup perubahan dalam hal norma-norma dan aturan-aturan
yang dijadikan sebagai landasan berperilaku dalam masyarakat.
Sedangkan perubahan sosial lebih menunjuk pada perubahan terhadap
struktur dan pola-pola hubungan sosial, yang antara lain mencakup
sistem status, politik dan kekuasaan, persebaran penduduk, dan
hubungan-hubungan dalam keluarga. Melihat unit analisis perubahan
masing-masing perubahan tersebut, maka dapat dimengerti mengapa
perubahan kebudayaan memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan
dengan perubahan sosial.
Dinamika kebudayaan identik dengan perubahan unsur- unsur kebudayaan
universal, yang apabila ditinjau dalam kenyataan kehidupan suatu
masyarakat, tidak semua unsur mengalami perkembangan yang sama. Ada
unsur kebudayaan yang mengalami perubahan secara cepat, ada pula yang
lambat, bahkan sulit berubah. Apabila mengkaji pengertian kebudayaan
menurut Antropolog Inggris Edward Burnett Tylor (Horton & Hunt, 2006
: 58) sebagai suatu kompleks keseluruhan yang meliputi pengetahuan,
keyakinan, kesenian, hukum, moral, adat, semua kemampuan dan kebiasaan
lain yang diperoleh seseorang sebagai anggota masyarakat; maka tingkat
perubahan unsur tersebut menjadi sangat variatif antara satu masyarakat
dengan masyarakat yang lain.
Untuk memudahkan pengertian mengenai tingkat kesulitan perubahan
unsur-unsur kebudayaan, Koentjaraningrat (2003 : 81) menguraikan 7
(tujuh) unsur kebudayaan universal yang diasumsikan memiliki tingkat
perubahan dari yang paling mudah sampai yang paling sulit yaitu :
1) Sistem peralatan hidup dan teknologi
2) Sistem mata pencaharian hidup
3) Organisasi sosial
4) Kesenian
5) Sistem pengetahuan
6) Bahasa
7) Sistem religi
Perubahan kebudayaan sebagai suatu kenyataan, didasari oleh seperangkat
teori yang menjelaskan analisis kausal antara konsep-konsep yang
relevan. Teori-teori yang menguraikan proses perubahan sosial dan
budaya antara lain (Pelly & Menanti, 1994 : 200 – 201) :
1. Teori Sosio Historis Siklus dalam asumsi dasarnya mengemukakan bahwa
peradaban manusia berkembang menurut suatu lingkaran atau siklus.
Tokoh-tokoh teori ini adalah Ibnu Chaldun, Arnold Toynbee, dan Sorokin.
2. Teori Sosio Historis Perkembangan atau Linear lebih optimis dibanding
penganut teori Sosio Historis Siklus. Hal ini didasarkan pada
kepercayaan mereka terhadap kesempurnaan kemampuan manusia; proses
perkembangan peradaban manusia diasumsikan menuruti garis lurus, makin
berkembang makin baik.
3. Teori Psikologi Sosial banyak memberikan sumbangan dalam perkembangan
teori perubahan sosial terutama teori-teori tentang : (a) kepribadian
kreatif, (b) kepribadian prestasi, dan (c) individu modern. Asumsi dasar
dari teori-teori Psikologi Sosial yaitu individu-individu dengan
kegiatan dan kreativitasnya akan dapat menggerakkan perubahan sosial.
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dinamika Kebudayaan
Masyarakat akan mengatur perilaku mereka dalam hubungan dengan alam
dan lingkungannya, termasuk didalamnya cara berinteraksi sosial dengan
sesama anggota masyarakat maupun dengan dunia supranatural menurut
kepercayaan yang diyakini. Perubahan kebudayaan dapat terjadi sebagai
akibat dari adanya perubahan lingkungan maupun adanya mekanisme akibat
munculnya penemuan-penemuan baru atau invensi, difusi, hilangnya unsur
kebudayaan, dan akulturasi.
Sairin (2002 : 1) mengemukakan bahwa kebudayaan sebagai suatu sistem
pengetahuan, gagasan atau ide yang dimiliki oleh kelompok masyarakat
yang befungsi sebagai landasan dan pedoman bagi masyarakat tersebut
dalam berperilaku. Sebagai sistem pengetahuan dan gagasan, kebudayaan
yang dimiliki masyarakat merupakan kekuatan yang tidak tampak atau
invisible power yang mampu mengarahkan manusia pendukung kebudayaan itu
untuk bersikap dan berperilaku sesuai dengan pengetahuan dan gagasan
yang menjadi milik bersama, bauik di bidang ekonomi, sosial, politik,
kesenian, dan sebagainya. Oleh karena itu, kebudayaan bukan hanya
terbatas pada kegiatan kesenian, peninggalan sejarah, atau
upacara-upacara tradisional seperti yang dipahami oleh banyak kalangan
selama ini.
Lebih jauh Sairin (2002 : 2) mengemukakan bahwa sebagai suatu sistem,
kebudayaan tidak diperoleh manusia dengan begitu saja, tetapi melalui
proses belajar yang berlangsung tanpa henti sejak manusia dilahirkan
sampai ajal menjelang. Proses belajar dalam konteks ini, bukan hanya
dalam bentuk proses internalisasi dari sistem pengetahuan yang diperoleh
melalui pewarisan atau transmisi dalam keluarga, lewat sistem
pendidikan formal di sekolah, atau lembaga pendidikan formal lainnya,
tetapi juga diperoleh melalui proses belajar dari berinteraksi dengan
lingkungan alam dan sosialnya.
Belajar merupakan kata kunci dalam membicarakan transmisi kebudayaan.
Konsep ini sangat penting kedudukannya dalam menganalisis berbagai
masalah kebudayaan, karena memberikan petunjuk yang jelas bahwa manusia
buksnlsh mshluk ysng statis dan dapat diperlakukan semena-mena, tetapi
manusia adalah mahluk yang berakal, berpikir, dan melakukan penilaian
sebelum memutuskan untuk bersikap pada sesuatu yang dihadapinya. Akal
yang dimiliki manusia merupakan alat utama dalam menyaring, memahami,
dan mempertimbangkan berbagai masukan yang diterima dari alam sekitarnya
sebelum mengambil keputusan dalam bersikap terhadap sesuatu.
Dalam konteks yang lebih sederhana, kebudayaan adalah segala sesuatu
yang dipelajari dan dialami secara sosial oleh para anggota masyarakat.
Seseorang menerima kebudayaan sebagai bagian dari warisan sosial dan
pada gilirannya, bisa membentuk kebudayaan kembali dan mengenalkan
perubahan-perubahan yang kemudian menjadi bagian dari warisan generasi
yang berikutnya (Horton & Hunt, 2006 : 58).
Selain karakteristik kebudayaan diperoleh melalui prose belajar, salah
satu karakteristik lain dari kebudayaan yaitu sifat dinamis. Kebudayaan
selalu berubah dan menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat. Sifat
manusia yang tidak pernah puas dalam upaya pemenuhan kebutuhan yang
semakin bermutu dan bervariasi menyebabkan manusia berupaya untuk
membuat inovasi-inovasi baru. Berbagai unsur kebudayaan masyarakat
Indonesia pada 25 tahun yang lalu, tanpa terasa sudah berubah pada
saat-saat ini. Perubahan tersebut bukan semata-mata terjadi pada aspek
kebudayaan materil melainkan juga pada aspek immateril.
Menurut Poerwanto (2000 : 143) sebab umum terjadinya perubahan
kebudayaan lebih banyak dari adanya ketidakpuasan masyarakat, sehingga
masyarakat berusaha mengadakan penyesuaian. Penyebab perubahan bisa saja
bersumber dari dalam masyarakat, dari luar masyarakat atau karena
faktor lingkungan alam sekitarnya. Faktor perubahan yang bersumber dari
dalam masyarakat antara lain adalah :
1. Faktor demografi; yaitu bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk.
Sebagai gambaran pertambahan penduduk yang saangat cepat di pulau Jawa
menyebabkan perubahan struktur kemasyarakatan, terutama yang berkaitan
dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti pemahaman terhadap hak
atas tanah, sistem gadai tanah, dan sewa tanah yang sebelumnya tidak
dikenal secara luas. Perpindahan penduduk atau migrasi menyebabkan
berkurangnya jumlah penduduk di suatu daerah, sehingga banyak lahan yang
tidak terurus dan lembaga-lembaga kemasyarakatan akan terpengaruh.
Pengaruh akibat migrasi yang akan terlihat secara langsung adalah dalam
sistem pembagian kerja dan stratifikasi sosial.
2. Penemuan baru; proses perubahan yang besar pengaruhnya tetapi
terjadi dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama disebut sebagai
inovasi. Proses tersebut meliputi suatu penemuan baru, masuknya unsur
kebudayaan baru yang terebar ke berbagai bagian masyarakat. Penemuan
baru dibedakan dalam dua pengertian, yaitu Discovery dan Invention.
Discovery adalah penemuan daru suatu unsur kebudayaan yang baru, baik
berupa suatu alat atau pun berupa ide-ide baru yang diciptakan oleh
seseorang atau bisa juga merupakan rangkaian ciptaan dari
individu-individu dalam suatu masyarakat. Discovery baru akan menjadi
invention bila masyarakat sudah mengakui, menerima, serta menerapkan
penemuan baru yang ada. Penemuan-penemuan baru dapat tercipta bila ada
kondisi yang menjadi stimulus, seperti :
a. Kesadaran dari individu akan adanya kekurangan dalam kebudayaan mereka
b. Kualitas ahli-ahli dalam satu kebudayaan yang terus mencari pembaharuan
3. Pertentangan atau konflik dalam masyarakat; dapat menjadi sebab
timbulnya perubahan kebudayaan. Pertentangan yang terjadi bisa antara
orang perorangan, perorangan dengan kelompok, atau kelompok dengan
kelompok. Sebagai contoh pertentangan antar kelompok yaitu
pertentangan antara generasi tua dengan generasi muda.
Pertentangan antar generasi kerapkali terjadi pada masyarakat-masyarakat
yang sedang berkembang dari tahap tradisional ke tahap modern.
4. Pemberontakan atau revolusi di dalam tubuh masyarakat itu sendiri;
perubahan yang terjadi sebagai akibat revolusi merupakan perubahan
besar yang mempengaruhi seluruh sistem lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Soekanto (1994 : 330 – 332) menyatakan bahwa selain pengaruh besar yang
berasal dari dalam masyarakat, ada pula pengaruh yang datang dari luar
masyarakat, seperti :
1. Dari lingkungan alam fisik di sekitar manusia seperti banjir, gempa
bumi, tanah longsor yang menyebabkan manusia seringkali harus berpindah
tempat tinggal dan menyesuaikan diri dengan tempat tinggal yang baru.
Contoh pada masyarakat pantai yang tertimpa musibah tsunami, semula
mata pencaharian sebagai nelayan, ketika mereka harus pindah tempat
tinggal di daerah dataran tinggi, maka mereka harus belajar hidup dari
kegiatan pertanian.
2. Peperangan dengan negara lain bisa menyebabkan negara taklukan harus
bersedia menerima kebudayaan yang dianggap lebih tinggi derajatnya oleh
negara penguasa. Contoh : Jepang setelah kalah dalam Perang Dunia II
mngalami perubahan, dari bentuk negara agraris-militer menjadi negara
industri.
3. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain. Hubungan yang dilakukan secara
fisik antara dua kelompok masyarakat atau lebih, mempunyai kecenderungan
menimbulkan pengaruh timbal balik bagi masing-masing kebudayaan.
Perubahan kebudayaan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat
senantiasa melalui tahapan beberapa bentuk proses. Proses perubahan
kebudayaan sangat ditentukan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi,
antara lain (Ibid, 333 – 337) :
1) Adanya kontak dengan kebudayaan lain atau diffusi. Proses ini
merupakan penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu ke individu
lain atau dari satu masyarakat ke satu masyarakat yang lain.
2) Sistem pendidikan formal yang maju. Pendidikan memberikan suatu
nilai-nilai tertentu bagi manusia, untuk menguasai berbagai ilmu dan
pengetahuan, juga mengajarkan bagaimana manusia bisa berfikir secara
oyektif, sehingga mampu menilai kebudayaan masyarakatnya apakah dapat
memenuhi kebutuhan sesuai perkembangan zaman atau tidak.
3) Sikap menghargai hasil karya seseorang serta keinginan-keinginan untuk maju.
4) Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan menyimpang (deviasi) tetapi bukan yang bersifat kriminal.
5) Stratifikasi sosial masyarakat yang bersifat terbuka, sehingga
nenberikan kesempatan kepada seseorang untuk maju dan mendapatkan
kedudukan sosial yang lebih tinggi.
6) Penduduk yang heterogen. Masyarakat-masyarakat yang terdiri dari
kelompok-kelompok sosial yang mempunyai latar belakang kebudayaan yang
berbeda akan mempermudah terjadinya kegoncangan budaya, dan selajutnya
menjadi pendorong bagi terjadinya perubahan-perubahan dalam masyarakat.
7) Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu.
8) Orientasi ke masa depan dan adanya nilai-nilai bahwa manusia harus senantiasa memperbaiki kulitas hidup.
C. Implikasi Dinamika Kebudayaan Dalam Masyarakat
Masyarakat dan kebudayaan saling ketergantungan satu sama lain.
Masyarakat tidak mungkin merupakan satu kesatuan fungsional tanpa
kebudayaan, demikian sebaliknya. Atas daar hubungan fungsional inilah
maka dalam masyarakat tercipta Esprit de corps dan para anggotanya
dapat hidup dan bekerjasama dalam sgala aspek kehidupan (Linton, 1984 :
195).
Dinamika kebudayaan di dalam masyarakat terjadi melalui serangkaian
proses yang memerlukan waktu dan membawa konsekuensi logis terhadap
berbagai bidang kehidupan masyarakat. Kebudayaan merupakan suatu
sistem yang menjadi penopang dan pengatur keberadaan suatu masyarakat,
sehingga harus senantiasa dalam kondisi dinamis. Selain itu, kebudayaan
juga harus mampu bersifat adaptif, selalu menyesuaikan diri terhadap
lingkungan biogeofisik maupun lingkungan sosial-budaya para pendukung
kebudayaan.
Peran individu-individu sebagai anggota masyarakat menjadi sangat
strategis dalam mengantisipasi perubahan kebudayaan, meskipun
partisipasi yang diberikan belum tentu sempurna. Berbagai analisis yang
bisa dilakukan, terutama pada masyarakat dengan kebudayaan yang homogen
adalah ditemukannya paling tidak 3 (tiga) kategori tingkat kesulitan,
yaitu :
1. Ada ide-ide kebiasaan dan tanggapan bersyarat yang sama bagi semua
anggota masyarakat. Kategori ini merangkum asosiasi dan nilai-nilai
yang sebagian besar berada di bawah sadar, tetapi yang sebenarnya
merupakan bagian integral dari kebudayaan.
2. Ada unsur-unsur kebudayaan yang hanya dinikmati oleh para anggota,
yang termasuk didalam kategori individu-individu tertentu yang mendapat
pengakuan sosial di dalam masyarakat. Kategori ini termasuk : pola-pola
yang mengatur aktivitas yang beraneka ragam tetapi saling berhubungan
dan berlaku bagi berbagai kelompok dari masyarakat di dalam pembagian
kerja.
3. Ada sejumlah unsur-unsur yang hanya dinikmati oleh individu-individu
tertentu, tetapi dapat diakatakan asing bagi seluruh anggota masyarakat
atau asing juga bagi semua anggota dari setiap kategori
individu-individu yang mendapat pengakuan sosial.
Menurut Parsons sebagaimana dikutip Poerwanto (2000: 153), setiap
perubahan budaya akan menimbulkan ketidakseimbangan terhadap nilai-nilai
budaya dan sistem sosial masyarakat yang sudah lebih dahulu ada. Namun
pada gilirannya akan tercipta pula serangkaian upaya yang berfungsi
untuk menjaga terciptanya keseimbangan nilai-nilai budaya dari para
pendukung kebudayaan.
Berbagai perubahan sosial dan kebudayaan akan membawa akibat
menguntungkan dan merugikan bagi masyarakat. Jika suatu perubahan
terjadi, maka masyarakat pendukungnya harus siap melakukan modifikasi
pola tingkah laku. Sebagaimana dikemukakan oleh Sahlins dalam Poerwanto
(2000: 140), bahwa dalam menghadapi lingkungan fisik, manusia cenderung
melakukan pendekatan budaya dalam bentuk sistem simbol, makna dan sistem
nilai.
Implikasi dinamika kebudayaan seharusnya bertujuan untuk menciptakan
perbaikan kualitas hidup bagi semua anggota masyarakat. Perubahan sosial
dan kebudayaan yang terjadi hendaknya membuat masyarakat dapat
menikmati hidup yang layak. Bila kita perhatikan, perubahan budaya lebih
mengarah pada upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas,
cerdas, dan terampil dalam era persaingan global.
Mengetahui laju pertumbuhan ekonomi bangsa kita yang mulai banyak
bergerak dalam bidang industri, seharusnya pemerintah tetap mengupayakan
keseimbangan lahan usaha dengan konservasi alam dan pemukiman penduduk.
Namun sangat disayangkan, lahan untuk konservasi alam semakin sempit.
Dengan demikian perubahan budaya masih belum berhasil menciptakan
keseimbangan antara kebutuhan manusia dengan kondisi alam wilayah negara
kita.
Begitu banyak wujud kemajuan dan keuntungan sudah kita peroleh akibat
perubahan kebudayaan. Namun kita tidak boleh lupa bahwa kehidupan
bangsa kita menjadi lebih baik dan berkualitas tinggi karena adanya
dinamika kebudayaan tetapi bisa juga kehidupan masyarakat kita mengalami
kemerosotan moral dan nilai-nilai luhur akibat dinamika kebudayaan.
Parsons menyatakan bahwa masyarakat tersusun dari empat subsistem yang
berbeda, yang masing-masing subsistem mempunyai fungsi untuk memecahkan
persoalan tertentu. Bahkan Parsons mengklaim bahwa keempat subsistem
tersebut harus ada dalam suatu masyarakat jika masyarakat itu mau
bertahan untuk waktu yang sangat panjang (Mudji Sutrisno & Hendar
Putranto, 2005 : 59). Keempat subsistem tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut :
1. Adaptation; adalah cara sistem beradaptasi dengan dunia material dan
pemenuhan kebutuhan material untuk dapat bertahan hidup (pangan,
sandang, dan papan). Aspek ekonomi sangat penting dalam subsistem ini.
2. Goal attainment; adalah pencapaian tujuan. Subsistem ini berurusan
dengan hasil atau produk dari sistem dan kepemimpinan. Politik menjadi
panglima dalam subsistem ini.
3. Integration; adalah penyatuan subsistem yang berkenaan dengan menjaga
tatanan. Sistem hukum, lembaga-lembaga atau komunitas-komunitas yang
memperjuangkan tatanan sosial termasuk dalam kelompok ini.
4. Laten pattern maintenance and tension management; mengacu kepada
kebutuhan masyarakat untuk mempunyai arah panduan yang jelas dan gugus
tujuan dari tindakan. Lembaga-lembaga yang ada dalam subsistem ini
bertugas untuk memproduksi nilai-nilai budaya, menjaga solidaritas, dan
mensosialisasikan nilai-nilai. Gereja, sekolah, dan keluarga termasuk
dalam subsistem ini.
Sumber : http://budiaman21.wordpress.com/2010/08/20/dinamika-kebudayaan/