Kursor Blog

Archive for Mei 2013

Jumat, 31 Mei 2013
Kanibalisme merupakan sebuah fenomena di mana satu makhluk hidup makan makhluk sejenis lainnya. Misalkan anjing yang memakan anjing atau manusia yang memakan manusia. Ternyata sampai sekarang ini masih ada lho suku suku yang melakukan praktek kanibalisme ini kamu mau tahu suku apa aja itu simak 7 Suku Kanibal di Dunia berikut ini.
1. Suku Karibia
7 Suku Kanibal Paling Berbahaya Yang Pernah Ada Di Dunia
Nama suku inilah yang menjadi sebutan untuk orang yang memakan orang lain. Suku ini diketahui merupakan suku pertama di dunia yang melakukan praktek kanibalisme. Oleh para pelaut biasa disebut “The Carib people of the Lesser Antilles”. Nama ini diberikan oleh colombus dalam catatannya dengan menyebut nama “caniba” (yang merupakan kata lain dari kariba yang artinya “orang yang memakan orang”). Para suku karibia ini biasanya melakukan kanibalisme kepada musuhnya,namun semenjak masuknya agama kristen kesana,perlahan lahan budaya itu mulai hilang.
2. Suku Aztec
7 Suku Kanibal Paling Berbahaya Yang Pernah Ada Di Dunia
Suku aztec tidak diragukan lagi sebagai suku yang paling brutal sebelum ditemukannya benua amerika oleh colombus. Mereka melakukan ribuan pengorbanan menggunakan manusia tiap tahunnya. Korban biasanya dicabut jantungnya yang masih dalam keadaan berdetak selagi hidup. Lalu tubuhnya dijadikan masakan untuk dimakan beramai-ramai.
3. Suku Asli Amerika
7 Suku Kanibal Paling Berbahaya Yang Pernah Ada Di Dunia
Pada masa awal penaklukan benua amerika, banyak sejarawan bercerita bahwa suku-suku Indian di Amerika melakukan praktek kanibalisme. Walaupun sekarang masih jadi perdebatan namun banyak yang mengaku memiliki bukti praktek kanibalesme oleh suku-suku Indian. Contohnya suku indian karankawa di texas, pada tahun 1768 seorang pendeta yang berasal dari spanyol menyaksikan dan merekam ritual yang dilakukan karankawa kepada musuhnya yang disandera. Mereka mengelilingi korban tersebut dan secara bergantian memotong kulit/daging korbannya lalu memakan nya di depan mata korbannya.
4. Suku-suku di Afrika
7 Suku Kanibal Paling Berbahaya Yang Pernah Ada Di Dunia
Penduduk di benua ini masih melakukan praktek kanibalisme sampai saat ini. Walaupun secara kasat mata tidak pernah terlihat, banyak saksi mata melaporkan adanya aktivitas perdagangan organ tubuh manusia disana. Disertai bukti banyak warga pendatang yang hilang saat berlibur/melintas disana. Biasanya penculikan dilakukan oleh orang-orang kriminal. Disebutkan juga, pada saat perang Kongo ke 2 dan perang sipil di Liberia dan Sierra Leone sering terjadi aksi kanibalisme disana.
5. Suku Fiji
7 Suku Kanibal Paling Berbahaya Yang Pernah Ada Di Dunia
Budaya kanibalisme juga diketahui telah menyebar di kawasan Polinesia dan Melanesia. Sebagai contoh, Fiji dikenal sebagi pulau para kanibalisme. Seorang kepala suku fiji mengakui telah memakan 875 orang dan sangat membanggakannya.
6. Suku Korowai
7 Suku Kanibal Paling Berbahaya Yang Pernah Ada Di Dunia
Suku korowai di Papua, Indonesia diketahui sebagai suku yang masih tersisa di dunia dan melakukan kanibalisme hingga saat ini. Mereka biasanya memakan anggota sukunya yang dicurigai sebagai penyihir. Biasanya mereka memakan otaknya selagi masih dalam keadaan hangat. Kediaman mereka biasanya berada diatas pohon yang tinggi berguna untuk melindungi dari musuh-musuhya.
7. Suku Maori
7 Suku Kanibal Paling Berbahaya Yang Pernah Ada Di Dunia
Suku maori di Selandia Baru merupakan suku kanibal yang pernah terdokumentasikan dengan sangat baik. Kanibalisme sudah menjadi bagian dari kebudayaan maori,dan mereka tidak pernah berhenti memakan musuhnya. Ketika kapal Inggris, The Boyd, berlabuh dan para awaknya membunuh anak dari kepala suku maori, para pejuang suku maori membalas dendam dgn membunuh dan memakan 66 awak kapal tersebut.kejadian ini yang akhirnya terkenal sebagai “body massacre”.

Sumber : http://palingseru.com/9060/7-suku-kanibal-di-dunia

Suku Kanibal Didunia

Posted by Unknown
A. Pengertian Dinamika Kebudayaan

Manusia dan kebudayaan merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena manusia adalah pendukung keberadaan suatu kebudayaan. Kebudayaan pada suatu masyarakat harus senantiasa memiliki fungsi yang dapat menunjang pemenuhan kebutuhan bagi para anggota pendukung kebudayaan. Kebudayaan harus dapat menjamin kelestarian kehidupan biologis, memelihara ketertiban, serta memberikan motivasi kepada para pendukungnya agar dapat terus bertahan hidup dan melakukan kegiatan-kegiatan untuk kelangsungan hidup.
Dalam jangka waktu tertentu, semua kebudayaan mengalami perubahan. Leslie White (1969) mengemukakan bahwa kebudayaan merupakan fenomena yang selalu berubah sesuai dengan lingkungan alam sekitarnya dan keperluan suatu komunitas pendukungnya. Sependapat dengan itu Haviland (1993 : 251) menyebut bahwa salah satu penyebab mengapa kebudayaan berubah adalah lingkungan yang dapat menuntut kebudayaan yang bersifat adaptif. Dalam konteks ini perubahan lingkungan yang dimaksud bisa menyangkut lingkungan alam maupun sosial.
Berkaitan dengan perubahan kebudayaan, Kingsley Davis berpendapat bahwa perubahan-perubahan sosial dalam masyarakat merupakan bagian dari perubahan kebudayaan (Poerwanto, 2000 : 142). Perubahan-peribahan dalam kebudayaan mencakup seluruh bagian kebudayaan, termasuk kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat, bahkan dalam bentuk dan aturan-aturan organisasi sosial. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas, sudah tentu ada unsur-unsur kebudayaan yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Namun demikian setiap perubahan kebudayaan tidak perlu harus mempengaruhi sistem sosial masyarakat yang sudah ada sebelumnya.
Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih menekankan pada ide-ide yang mencakup perubahan dalam hal norma-norma dan aturan-aturan yang dijadikan sebagai landasan berperilaku dalam masyarakat. Sedangkan perubahan sosial lebih menunjuk pada perubahan terhadap struktur dan pola-pola hubungan sosial, yang antara lain mencakup sistem status, politik dan kekuasaan, persebaran penduduk, dan hubungan-hubungan dalam keluarga. Melihat unit analisis perubahan masing-masing perubahan tersebut, maka dapat dimengerti mengapa perubahan kebudayaan memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan perubahan sosial.
Dinamika kebudayaan identik dengan perubahan unsur- unsur kebudayaan universal, yang apabila ditinjau dalam kenyataan kehidupan suatu masyarakat, tidak semua unsur mengalami perkembangan yang sama. Ada unsur kebudayaan yang mengalami perubahan secara cepat, ada pula yang lambat, bahkan sulit berubah. Apabila mengkaji pengertian kebudayaan menurut Antropolog Inggris Edward Burnett Tylor (Horton & Hunt, 2006 : 58) sebagai suatu kompleks keseluruhan yang meliputi pengetahuan, keyakinan, kesenian, hukum, moral, adat, semua kemampuan dan kebiasaan lain yang diperoleh seseorang sebagai anggota masyarakat; maka tingkat perubahan unsur tersebut menjadi sangat variatif antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain.
Untuk memudahkan pengertian mengenai tingkat kesulitan perubahan unsur-unsur kebudayaan, Koentjaraningrat (2003 : 81) menguraikan 7 (tujuh) unsur kebudayaan universal yang diasumsikan memiliki tingkat perubahan dari yang paling mudah sampai yang paling sulit yaitu :
1) Sistem peralatan hidup dan teknologi
2) Sistem mata pencaharian hidup
3) Organisasi sosial
4) Kesenian
5) Sistem pengetahuan
6) Bahasa
7) Sistem religi
Perubahan kebudayaan sebagai suatu kenyataan, didasari oleh seperangkat teori yang menjelaskan analisis kausal antara konsep-konsep yang relevan. Teori-teori yang menguraikan proses perubahan sosial dan budaya antara lain (Pelly & Menanti, 1994 : 200 – 201) :
1. Teori Sosio Historis Siklus dalam asumsi dasarnya mengemukakan bahwa peradaban manusia berkembang menurut suatu lingkaran atau siklus. Tokoh-tokoh teori ini adalah Ibnu Chaldun, Arnold Toynbee, dan Sorokin.
2. Teori Sosio Historis Perkembangan atau Linear lebih optimis dibanding penganut teori Sosio Historis Siklus. Hal ini didasarkan pada kepercayaan mereka terhadap kesempurnaan kemampuan manusia; proses perkembangan peradaban manusia diasumsikan menuruti garis lurus, makin berkembang makin baik.
3. Teori Psikologi Sosial banyak memberikan sumbangan dalam perkembangan teori perubahan sosial terutama teori-teori tentang : (a) kepribadian kreatif, (b) kepribadian prestasi, dan (c) individu modern. Asumsi dasar dari teori-teori Psikologi Sosial yaitu individu-individu dengan kegiatan dan kreativitasnya akan dapat menggerakkan perubahan sosial.
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dinamika Kebudayaan
Masyarakat akan mengatur perilaku mereka dalam hubungan dengan alam dan lingkungannya, termasuk didalamnya cara berinteraksi sosial dengan sesama anggota masyarakat maupun dengan dunia supranatural menurut kepercayaan yang diyakini. Perubahan kebudayaan dapat terjadi sebagai akibat dari adanya perubahan lingkungan maupun adanya mekanisme akibat munculnya penemuan-penemuan baru atau invensi, difusi, hilangnya unsur kebudayaan, dan akulturasi.
Sairin (2002 : 1) mengemukakan bahwa kebudayaan sebagai suatu sistem pengetahuan, gagasan atau ide yang dimiliki oleh kelompok masyarakat yang befungsi sebagai landasan dan pedoman bagi masyarakat tersebut dalam berperilaku. Sebagai sistem pengetahuan dan gagasan, kebudayaan yang dimiliki masyarakat merupakan kekuatan yang tidak tampak atau invisible power yang mampu mengarahkan manusia pendukung kebudayaan itu untuk bersikap dan berperilaku sesuai dengan pengetahuan dan gagasan yang menjadi milik bersama, bauik di bidang ekonomi, sosial, politik, kesenian, dan sebagainya. Oleh karena itu, kebudayaan bukan hanya terbatas pada kegiatan kesenian, peninggalan sejarah, atau upacara-upacara tradisional seperti yang dipahami oleh banyak kalangan selama ini.
Lebih jauh Sairin (2002 : 2) mengemukakan bahwa sebagai suatu sistem, kebudayaan tidak diperoleh manusia dengan begitu saja, tetapi melalui proses belajar yang berlangsung tanpa henti sejak manusia dilahirkan sampai ajal menjelang. Proses belajar dalam konteks ini, bukan hanya dalam bentuk proses internalisasi dari sistem pengetahuan yang diperoleh melalui pewarisan atau transmisi dalam keluarga, lewat sistem pendidikan formal di sekolah, atau lembaga pendidikan formal lainnya, tetapi juga diperoleh melalui proses belajar dari berinteraksi dengan lingkungan alam dan sosialnya.
Belajar merupakan kata kunci dalam membicarakan transmisi kebudayaan. Konsep ini sangat penting kedudukannya dalam menganalisis berbagai masalah kebudayaan, karena memberikan petunjuk yang jelas bahwa manusia buksnlsh mshluk ysng statis dan dapat diperlakukan semena-mena, tetapi manusia adalah mahluk yang berakal, berpikir, dan melakukan penilaian sebelum memutuskan untuk bersikap pada sesuatu yang dihadapinya. Akal yang dimiliki manusia merupakan alat utama dalam menyaring, memahami, dan mempertimbangkan berbagai masukan yang diterima dari alam sekitarnya sebelum mengambil keputusan dalam bersikap terhadap sesuatu.
Dalam konteks yang lebih sederhana, kebudayaan adalah segala sesuatu yang dipelajari dan dialami secara sosial oleh para anggota masyarakat. Seseorang menerima kebudayaan sebagai bagian dari warisan sosial dan pada gilirannya, bisa membentuk kebudayaan kembali dan mengenalkan perubahan-perubahan yang kemudian menjadi bagian dari warisan generasi yang berikutnya (Horton & Hunt, 2006 : 58).
Selain karakteristik kebudayaan diperoleh melalui prose belajar, salah satu karakteristik lain dari kebudayaan yaitu sifat dinamis. Kebudayaan selalu berubah dan menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat. Sifat manusia yang tidak pernah puas dalam upaya pemenuhan kebutuhan yang semakin bermutu dan bervariasi menyebabkan manusia berupaya untuk membuat inovasi-inovasi baru. Berbagai unsur kebudayaan masyarakat Indonesia pada 25 tahun yang lalu, tanpa terasa sudah berubah pada saat-saat ini. Perubahan tersebut bukan semata-mata terjadi pada aspek kebudayaan materil melainkan juga pada aspek immateril.
Menurut Poerwanto (2000 : 143) sebab umum terjadinya perubahan kebudayaan lebih banyak dari adanya ketidakpuasan masyarakat, sehingga masyarakat berusaha mengadakan penyesuaian. Penyebab perubahan bisa saja bersumber dari dalam masyarakat, dari luar masyarakat atau karena faktor lingkungan alam sekitarnya. Faktor perubahan yang bersumber dari dalam masyarakat antara lain adalah :
1. Faktor demografi; yaitu bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk. Sebagai gambaran pertambahan penduduk yang saangat cepat di pulau Jawa menyebabkan perubahan struktur kemasyarakatan, terutama yang berkaitan dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti pemahaman terhadap hak atas tanah, sistem gadai tanah, dan sewa tanah yang sebelumnya tidak dikenal secara luas. Perpindahan penduduk atau migrasi menyebabkan berkurangnya jumlah penduduk di suatu daerah, sehingga banyak lahan yang tidak terurus dan lembaga-lembaga kemasyarakatan akan terpengaruh. Pengaruh akibat migrasi yang akan terlihat secara langsung adalah dalam sistem pembagian kerja dan stratifikasi sosial.
2. Penemuan baru; proses perubahan yang besar pengaruhnya tetapi terjadi dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama disebut sebagai inovasi. Proses tersebut meliputi suatu penemuan baru, masuknya unsur kebudayaan baru yang terebar ke berbagai bagian masyarakat. Penemuan baru dibedakan dalam dua pengertian, yaitu Discovery dan Invention.
Discovery adalah penemuan daru suatu unsur kebudayaan yang baru, baik berupa suatu alat atau pun berupa ide-ide baru yang diciptakan oleh seseorang atau bisa juga merupakan rangkaian ciptaan dari individu-individu dalam suatu masyarakat. Discovery baru akan menjadi invention bila masyarakat sudah mengakui, menerima, serta menerapkan penemuan baru yang ada. Penemuan-penemuan baru dapat tercipta bila ada kondisi yang menjadi stimulus, seperti :
a. Kesadaran dari individu akan adanya kekurangan dalam kebudayaan mereka
b. Kualitas ahli-ahli dalam satu kebudayaan yang terus mencari pembaharuan
3. Pertentangan atau konflik dalam masyarakat; dapat menjadi sebab timbulnya perubahan kebudayaan. Pertentangan yang terjadi bisa antara orang perorangan, perorangan dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok. Sebagai contoh pertentangan antar kelompok yaitu pertentangan antara generasi tua dengan generasi muda. Pertentangan antar generasi kerapkali terjadi pada masyarakat-masyarakat yang sedang berkembang dari tahap tradisional ke tahap modern.
4. Pemberontakan atau revolusi di dalam tubuh masyarakat itu sendiri; perubahan yang terjadi sebagai akibat revolusi merupakan perubahan besar yang mempengaruhi seluruh sistem lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Soekanto (1994 : 330 – 332) menyatakan bahwa selain pengaruh besar yang berasal dari dalam masyarakat, ada pula pengaruh yang datang dari luar masyarakat, seperti :
1. Dari lingkungan alam fisik di sekitar manusia seperti banjir, gempa bumi, tanah longsor yang menyebabkan manusia seringkali harus berpindah tempat tinggal dan menyesuaikan diri dengan tempat tinggal yang baru. Contoh pada masyarakat pantai yang tertimpa musibah tsunami, semula mata pencaharian sebagai nelayan, ketika mereka harus pindah tempat tinggal di daerah dataran tinggi, maka mereka harus belajar hidup dari kegiatan pertanian.
2. Peperangan dengan negara lain bisa menyebabkan negara taklukan harus bersedia menerima kebudayaan yang dianggap lebih tinggi derajatnya oleh negara penguasa. Contoh : Jepang setelah kalah dalam Perang Dunia II mngalami perubahan, dari bentuk negara agraris-militer menjadi negara industri.
3. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain. Hubungan yang dilakukan secara fisik antara dua kelompok masyarakat atau lebih, mempunyai kecenderungan menimbulkan pengaruh timbal balik bagi masing-masing kebudayaan.
Perubahan kebudayaan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat senantiasa melalui tahapan beberapa bentuk proses. Proses perubahan kebudayaan sangat ditentukan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi, antara lain (Ibid, 333 – 337) :
1) Adanya kontak dengan kebudayaan lain atau diffusi. Proses ini merupakan penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu ke individu lain atau dari satu masyarakat ke satu masyarakat yang lain.
2) Sistem pendidikan formal yang maju. Pendidikan memberikan suatu nilai-nilai tertentu bagi manusia, untuk menguasai berbagai ilmu dan pengetahuan, juga mengajarkan bagaimana manusia bisa berfikir secara oyektif, sehingga mampu menilai kebudayaan masyarakatnya apakah dapat memenuhi kebutuhan sesuai perkembangan zaman atau tidak.
3) Sikap menghargai hasil karya seseorang serta keinginan-keinginan untuk maju.
4) Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan menyimpang (deviasi) tetapi bukan yang bersifat kriminal.
5) Stratifikasi sosial masyarakat yang bersifat terbuka, sehingga nenberikan kesempatan kepada seseorang untuk maju dan mendapatkan kedudukan sosial yang lebih tinggi.
6) Penduduk yang heterogen. Masyarakat-masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial yang mempunyai latar belakang kebudayaan yang berbeda akan mempermudah terjadinya kegoncangan budaya, dan selajutnya menjadi pendorong bagi terjadinya perubahan-perubahan dalam masyarakat.
7) Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu.
8) Orientasi ke masa depan dan adanya nilai-nilai bahwa manusia harus senantiasa memperbaiki kulitas hidup.
C. Implikasi Dinamika Kebudayaan Dalam Masyarakat
Masyarakat dan kebudayaan saling ketergantungan satu sama lain. Masyarakat tidak mungkin merupakan satu kesatuan fungsional tanpa kebudayaan, demikian sebaliknya. Atas daar hubungan fungsional inilah maka dalam masyarakat tercipta Esprit de corps dan para anggotanya dapat hidup dan bekerjasama dalam sgala aspek kehidupan (Linton, 1984 : 195).
Dinamika kebudayaan di dalam masyarakat terjadi melalui serangkaian proses yang memerlukan waktu dan membawa konsekuensi logis terhadap berbagai bidang kehidupan masyarakat. Kebudayaan merupakan suatu sistem yang menjadi penopang dan pengatur keberadaan suatu masyarakat, sehingga harus senantiasa dalam kondisi dinamis. Selain itu, kebudayaan juga harus mampu bersifat adaptif, selalu menyesuaikan diri terhadap lingkungan biogeofisik maupun lingkungan sosial-budaya para pendukung kebudayaan.
Peran individu-individu sebagai anggota masyarakat menjadi sangat strategis dalam mengantisipasi perubahan kebudayaan, meskipun partisipasi yang diberikan belum tentu sempurna. Berbagai analisis yang bisa dilakukan, terutama pada masyarakat dengan kebudayaan yang homogen adalah ditemukannya paling tidak 3 (tiga) kategori tingkat kesulitan, yaitu :
1. Ada ide-ide kebiasaan dan tanggapan bersyarat yang sama bagi semua anggota masyarakat. Kategori ini merangkum asosiasi dan nilai-nilai yang sebagian besar berada di bawah sadar, tetapi yang sebenarnya merupakan bagian integral dari kebudayaan.
2. Ada unsur-unsur kebudayaan yang hanya dinikmati oleh para anggota, yang termasuk didalam kategori individu-individu tertentu yang mendapat pengakuan sosial di dalam masyarakat. Kategori ini termasuk : pola-pola yang mengatur aktivitas yang beraneka ragam tetapi saling berhubungan dan berlaku bagi berbagai kelompok dari masyarakat di dalam pembagian kerja.
3. Ada sejumlah unsur-unsur yang hanya dinikmati oleh individu-individu tertentu, tetapi dapat diakatakan asing bagi seluruh anggota masyarakat atau asing juga bagi semua anggota dari setiap kategori individu-individu yang mendapat pengakuan sosial.
Menurut Parsons sebagaimana dikutip Poerwanto (2000: 153), setiap perubahan budaya akan menimbulkan ketidakseimbangan terhadap nilai-nilai budaya dan sistem sosial masyarakat yang sudah lebih dahulu ada. Namun pada gilirannya akan tercipta pula serangkaian upaya yang berfungsi untuk menjaga terciptanya keseimbangan nilai-nilai budaya dari para pendukung kebudayaan.
Berbagai perubahan sosial dan kebudayaan akan membawa akibat menguntungkan dan merugikan bagi masyarakat. Jika suatu perubahan terjadi, maka masyarakat pendukungnya harus siap melakukan modifikasi pola tingkah laku. Sebagaimana dikemukakan oleh Sahlins dalam Poerwanto (2000: 140), bahwa dalam menghadapi lingkungan fisik, manusia cenderung melakukan pendekatan budaya dalam bentuk sistem simbol, makna dan sistem nilai.
Implikasi dinamika kebudayaan seharusnya bertujuan untuk menciptakan perbaikan kualitas hidup bagi semua anggota masyarakat. Perubahan sosial dan kebudayaan yang terjadi hendaknya membuat masyarakat dapat menikmati hidup yang layak. Bila kita perhatikan, perubahan budaya lebih mengarah pada upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, cerdas, dan terampil dalam era persaingan global.
Mengetahui laju pertumbuhan ekonomi bangsa kita yang mulai banyak bergerak dalam bidang industri, seharusnya pemerintah tetap mengupayakan keseimbangan lahan usaha dengan konservasi alam dan pemukiman penduduk. Namun sangat disayangkan, lahan untuk konservasi alam semakin sempit. Dengan demikian perubahan budaya masih belum berhasil menciptakan keseimbangan antara kebutuhan manusia dengan kondisi alam wilayah negara kita.
Begitu banyak wujud kemajuan dan keuntungan sudah kita peroleh akibat perubahan kebudayaan. Namun kita tidak boleh lupa bahwa kehidupan bangsa kita menjadi lebih baik dan berkualitas tinggi karena adanya dinamika kebudayaan tetapi bisa juga kehidupan masyarakat kita mengalami kemerosotan moral dan nilai-nilai luhur akibat dinamika kebudayaan.
Parsons menyatakan bahwa masyarakat tersusun dari empat subsistem yang berbeda, yang masing-masing subsistem mempunyai fungsi untuk memecahkan persoalan tertentu. Bahkan Parsons mengklaim bahwa keempat subsistem tersebut harus ada dalam suatu masyarakat jika masyarakat itu mau bertahan untuk waktu yang sangat panjang (Mudji Sutrisno & Hendar Putranto, 2005 : 59). Keempat subsistem tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Adaptation; adalah cara sistem beradaptasi dengan dunia material dan pemenuhan kebutuhan material untuk dapat bertahan hidup (pangan, sandang, dan papan). Aspek ekonomi sangat penting dalam subsistem ini.
2. Goal attainment; adalah pencapaian tujuan. Subsistem ini berurusan dengan hasil atau produk dari sistem dan kepemimpinan. Politik menjadi panglima dalam subsistem ini.
3. Integration; adalah penyatuan subsistem yang berkenaan dengan menjaga tatanan. Sistem hukum, lembaga-lembaga atau komunitas-komunitas yang memperjuangkan tatanan sosial termasuk dalam kelompok ini.
4. Laten pattern maintenance and tension management; mengacu kepada kebutuhan masyarakat untuk mempunyai arah panduan yang jelas dan gugus tujuan dari tindakan. Lembaga-lembaga yang ada dalam subsistem ini bertugas untuk memproduksi nilai-nilai budaya, menjaga solidaritas, dan mensosialisasikan nilai-nilai. Gereja, sekolah, dan keluarga termasuk dalam subsistem ini.

Sumber : http://budiaman21.wordpress.com/2010/08/20/dinamika-kebudayaan/

Dinamika Kebudayaan

Posted by Unknown
Bahasa dan Dialek
  • Konsep Bahasa
    Secara literer, bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan megidentifikasikan diri
    Adapun fungsi bahasa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi secara umum dan fungsi secara khusus.
    Fungsi bahasa secara umum adalah:
    1. Sebagai alat komunikasi
    2. Sebagai alat ekspresi
    3. Sebagai alat untuk adaptasi dan integrasi sosial
      Fungsi bahasa secara khusus adalah:
      • Untuk tujuan praktis
      • Untuk tujuan artistik
      • Untuk tujuan filosofis
      • Untuk mempelajari ilmu pengetahuan yang lain
  • Konsep Dialek
    Dialek adalah variasi dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif yang berada pada sutu tempat, wilayah, atau area tertentu. Dengan kata lain, dialek adalah karagaman cara pengucapan atau gaya penggunaan bahasa.
    Perbedaan dialek dapat disebabkan karena perbedaan asal daerah dan perbedaan status sosial.oleh karena itu, dialek dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
    • Dialek daerah adalah perbedaan dialek yang didasarkan pada perbedaan daerah suatu bahasa yang digunakan. Misalnya dialek bahasa Jawa Banyumasan, dialek bahasa Jawa Timuran, dan dialek bahasa Jawa Surakarta dan Yogyakarta.
    • Dialek sosial adalah dialek yang didasarkan pada perbedaan status sosial yang ada di dalam masyarakat tersebut. Misalnya: perbedaan dialek antara bahasa Jawa Ngoko dengan bahasa Jawa Kromo disebabkan perbedaan status sosial masyarakat penutur dua dialek bahasa tersebut
      ¨           1. Bahasa dan dialek yang digunakan oleh komunitas di kantorKantor adalah suatu tempat pelayanan masyarakat yang di dalamnya terdapat pimpinan, pembantu pimpinan, dan staf ( karyawan) serta masyarakat yang membutuhkan pelayanan di tempat tersebut.
      Misalnya;
      Bank, di dalamnya ada direktur, wakil direktur, karyawan, dan nasabah  bank Sekolah, di dalamnya ada kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, penjaga sekolah, dan murid¨
      2. Bahasa dan dialek yang digunakan oleh komunitas di pasar
    • Pasar adalah suatu tempat pelayanan umum yang di dalamnya terdapat penjual, pembeli, pengangkut barang, petugas kebersihan, dan sabagainya. Jadi komunitas masyarakat di pasar lebih bervariasi, baik itu pekerjaan, pendidikan, usia, pakaian yang dikenakan, dan sebagainya.
    • Ciri bahasa dan dialek yang digunakan di pasar adalah sebagai berikut:
      Bahasa dan dialek yang digunakan adalah bahasa yang non formal/ tidak resmi/ karena bahasa lokal di daerah setempat
      Bahasa dan dialeknya singkat dan kurang jelas
    • Contoh bahasa dan dialek yang digunakan oleh komunitas kantor
      Misal di Pasar Johar Semarang ( Jawa Tengah), komunitas masyarakatnya menggunakan bahasa Jawa.
    • Contoh dialog antara penjual dan pembeli dengan menggunakan bahasa Jawa
      Pembeli : “ Endhoge sekilo regane pira?”
      (Telornya satu kilogram harganya berapa)
      Penjual : “ Wolongewu limangatus rupiah, Bu?”
      (Delapan ribu lima ratus rupiah, Bu)
¨                         3. Bahasa dan dialek yang digunakan oleh komunitas di terminal
  • Terminal adalah tempat pemberhentian dan pemberangkatan angkutan umum   bus dari dan berbagai jurusan. Di dalam lingkungan terminal terdapat kepala terminal, petugas, administrasi, kebersihan, dan keamanan. Juga ada awak bus (sopir, kernet, dan kondektur), penumpang, pedagang di kios, pedagang asongan, pengamen, dan pengemis.
  • Ciri bahasa dan dialek yang digunakan di terminal adalah sebagai berikut:
    Bahasa dan dialek yang digunakan adalah bahasa yang non formal/ tidak resmi/ bahasa lokal di daerah setempat
    Bahasa dan dialeknya bervariatif/ bermacam-macam, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa daerah
  • Contoh bahasa dan dialek yang digunakan oleh komunitas terminal
    Misal: Komunitas masyarakat di terminal Lebak Bulus Jakarta menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah (Sunda dan Betawi)

Bahasa dan Dialek

Posted by Unknown
Sabtu, 25 Mei 2013
DINAMIKA  KEBUDAYAAN
PROSES PERUBAHAN KEBUDAYAAN
Faktor – faktor pendorong perubahan kebudayaan dapat dibagi atas :
aa.      Faktor – faktor dari dalam kebudayaan masyarakat itu sendiri (faktor – faktor intern) yaitu penemuan (discovery) dan pendapatan ( invention )
bb.      Faktor – faktor dari luar kebudayaan masyarakat tersebut (faktor – faktor ekstern) yaitu difusi kebudayaan,akulturasi dan asimilasi.
PENEMUAN DAN PENDAPATAN
            Pada bagian pembicaraan terbentuknya kebudayaan, penemuan dan pendapatan telah diuraikan. Pada bagian ini keduanya disinggung pula,karena hal – hal tersebut merupakan pula pendorong perubahan kebudayaan. Di bagian muka telah disebutkan bahwa dengan penemuan dan pendapatan terjadilah suatu unsur kebudayaan baru, yang mendorong untuk perkembangan selanjutnya.
DIFUSI KEBUDAYAAN
            Perubahan kebudayaan terjadi pula dengan adanya difusi kebudayaan. Difusi kebudayaan merupakan penyebaran sesuatu unsur kebudayaan dari satu masyarakat ke masyarakat lain. Sebenarnya difusi terjadi pula di dalam lingkungan satu masyarakat (difusi intra masyarakat), tetapi yang lebih banyak mendapati perhatian di dalam antropologi ialah difusi yang berlangsung dari satu masyarakat ke masyarakat yang lain (difusi inter masyarakat)
            Difusi kebudayaan berlangsung melalui berbagai bentuk yang berlainan, misalnya melaui perpindahan bangsa – bangsa pada zaman dahulu atau melalui perseorangan seperti pedagang , pelaut dan penyebar agama. Difusi kebudayaan dapat pula berlangsung diantara dua kelompokk masyarakt yang tinggal bertetangga.
            Cara suatu unsur kebudayaan masuk dalam suatu kebudayaan masyarakat penerima juga terjadi dengan berbagai macam. Pertama dapat dengan jalan damai dan memajukkan kebudayaan penerima (penetration pacifique). Yang kedua melalui jalan peperangan dan penjajahan,misalnya sehingga masuknya dengan cara merusak dan dapat menimbulkan gangguan pada kebudayaan masyarakat yang dijajah (penetration violente). Cara yang ketiga dalah dengan jalan hidup berdampingan tanpa saling merugikan malahan mungkin menguntungkan (syimbiotic),seperti dapat terjadi pada suku – suku bangsa atau bangsa yang hidup bertetangga dan hidup berdampingan.
AKULTURASI
            Perubahan kebudayaan dapat berlangsung dengan terjadinya proses akulturasi. Akulturasi akan terjadi  apabila suatu unsur kebudayaan tertentu dari masyarakat satu berhadapan dengan unsur – unsur kebudayaan dari masyarakat lain,sehingga lambat laun unsur – unsur kebudayaan asing itu diserap ke dalam kebudayaan penerima tanpa menghilangkan kepribadian kebudayaan penerima.
            Mengingat bahwa akulturasi akan terjadi apabila dua kelompok masyarakat yang berbeda kebudayaannya berhadapan satu sama lain,maka tidaklah sukar untuk kiranya untuk mengatakan bahwa akulturasi sudah berlangsung sejak zaman dahulu sekali, dan juga terjadi di antara bansa mana saja. Tetapi karena pengaruhnya dalam proses akulturasi itu ialah masuknya unsur – unsur kebudayaan Eropa dan Amerika Serikat maka seringkali akulturasi diartikan sebagai terpengaruhnya kebydayaan bangsa – bangsa di Asia, Afrika dan tempat lainnya di luar Eropa –Amerika Serikat oleh masuknya unsur – unsur kebudayaan Eropa Amerika Serikat. Bahkan seringkali pula diartikan sebagai terpengaruhnya kebudayaan masyarakat sederhan oleh unsur – unsur kebudayaan Eropa – Amerika Serikat.
            Hal tersebut diatas mudah di pahami karena sampai belum lama berselang, orang- orang Eropa dan Amerika Serikat bertebaran hampir ke seluruh penjuru dunia.Banyak negara di Eropa tersebut akhirnya justru menjadi penjajah dio wilayah – wilayah Asia-Afrika dan daerah lainnya. Karena itulah tidak mengherankan apabila proses akulturasi merupakan bahan penyelidikan mereka yang penting. Mereka sebagai penjajah sudah barang tentu ingin menanamkan kekuasaanya agar lebih kokoh,teratur dan mantap.
ASIMILASI
            Asimilasi merupakan proses lebih lanjut proses akulturasi. Akulturasi pada dasarnya merupakan proses penerimaan dan peminjaman hal baru kebudayaan yang satu oleh yang lain. Dengan sendirinya akulturasi mendekatkan kedua kelompok yang berhadapan itu. Hanya tidak selamanya menimbulkan pemesraan antara keduanya. Dalm proses akulturasi peristiwa saling mendekati itu tidak lengkap. Asimilasi akan terjadi pada kelompok masyarakat dengan kebudayaan yang berbeda, hidup berdampingan, sehingga anggota dari kelompok tadi dapat bergaul sesamanya secara langsung dan akrab dalam waktu yang lama, yang memungkinkan kebudayaan kelompok tersebut saling berusaha mendekati satu sama lain dan lambat laun menjadi satu. Jadi, dalam proses asimilasi terjadi unsur – unsur kebudayaan baru yang tidak serupa dengan unsur – unsur lama.
            Proses asimilasi rupa-rupanya tidak selamanya berlangsung dengan mudah. Untuk itu diperlukan bebrapa syarat di antaranya adanya saling menghargai dan rasa tenggang rasa. Sedangkan penghalang asimilasi di antaranya ialah :
a)      Kurang mengenal kebudayaan fihak lain
b)      Rasa takut atau curiga terhadap kebudayaan fihak lain
c)      Perasaan diri lebih unggul terhadap fihak lain.
 

Dinamika Kebudayaan

Posted by Unknown
Jumat, 24 Mei 2013

Ras Manusia di Dunia 

1. Ras Australoid
Ras Australoid adalah nama ras manusia yang mendiami bagian selatan India, Srilanka, beberapa kelompok di Asia Tenggara, Papua, Kepulauan Melanesia dan Australia. Untuk kelompok di Asia Tenggara, orang asli di Malaysia dan orang Negrito di Filipina termasuk ras ini. Sebelum Ras Mongoloid tiba di Nusantara, Ras Australoid merupakan ras dominan yang tersebar diseluruh pulau, samapi terdesak ke bagian timur Nusantara.
Ciri khas utama ras ini ialah bahwa mereka berambut keriting hitam dan berkulit hitam. Namun beberapa anggota ras ini di Australia berambut pirang dan rambutnya tidaklah keriting melainkan lurus. Selain itu beberapa orang asli di Malaysia kulitnya juga tidak selalu hitam dan bahkan menjurus putih.
2. Ras Kaukasoid

File:Europaeid types.jpg
Ras Kaukasoid adalah ras manusia yang sebagian besar menetap di Eropa, Afrika Utara, Timur Tengah, Pakistan, dan India Utara. Keturunan mereka juga menetap di Australia, Amerika Utara, sebagian dari Amerika Selatan, Afrika Selatan dan Selandia Baru.
Anggota ras Kaukasoid biasa disebut “berkulit putih”, namun ini tidak selalu benar. Oleh beberapa pakar misalkan orang Ethiopia dan orang Somalia dianggap termasuk ras Kaukasoid, meski mereka berambut keriting dan berkulit hitam, mirip dengan anggota ras Negroid. Namun mereka tengkoraknya lebih mirip tengkorak anggota ras Kaukasoid.
3. Ras Khoisan / Kapoid
San tribesman.jpg

Ras Khoisan adalah ras manusia yang mendiami daerah barat daya Afrika, terutama di Namibia, Botswana, dan Afrika Selatan. Meski jumlah anggota ras ini tinggal beberapa ratus ribu, ras ini adalah ras yang sangat menarik sebab dianggap ras tertua atau cabang pertama yang berpisah dari ras utama manusia lainnya. Varietas DNA ibu (mitochondrial DNA) sangat beragam. Meski begitu mereka tidaklah “lebih primitif” daripada manusia lainnya.
4. Ras Mongoloid

Ras Mongoloid adalah ras manusia yang sebagian besar menetap di Asia Utara, Asia Timur, Asia Tenggara, Madagaskar di lepas pantai timur Afrika, beberapa bagian India Timur Laut, Eropa Utara, Amerika Utara, Amerika Selatan dan Oseania. Anggota ras Mongoloid biasa disebut “berkulit kuning”, namun ini tidak selalu benar. Misalkan orang Indian di Amerika dianggap berkulit merah dan orang Asia Tenggara seringkali berkulit coklat muda sampai coklat gelap.
Ciri khas utama anggota ras ini ialah rambut berwarna hitam yang lurus, bercak mongol pada saat lahir dan lipatan pada mata yang seringkali disebut mata sipit. Selain itu anggota ras manusia ini seringkali juga lebih kecil dan pendek daripada ras Kaukasoid.
5. Ras Negroid
File:Negrid types.jpg

Ras Negroid adalah ras manusia yang terutama mendiami benua Afrika di sebelah selatan gurun sahara. Keturunan mereka banyak mendiami Amerika Utara, Amerika Selatan dan juga Eropa serta Timur Tengah.
Ciri khas utama anggota ras negroid ini ialah kulit yang berwarna hitam dan rambut keriting. Meski begitu anggota ras Khoisan dan ras Australoid, meski berkulit hitam dan berambut keriting tidaklah termasuk ras manusia ini.
6. Ras Campuran
Campuran Indonesia-Belanda
Campuran Indonesia – Jerman
Indonesia – Inggris


Ras Manusia Di Dunia

Posted by Unknown
Unsur Kebudayaan

Pengetian Kebudayaan dan Peradaban 
          Menurut Ki Hajar Dewantara: “Kebudayaan adalah buah budi manusia dalam hidup bermasyarakat” sedangkan menurut Koentjaraningrat, guru besar Antropologi di Universitas Indonesia: “Kebudayaan adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar”.
Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. kebudayaan itu hanya dimiliki oleh masyarakat manusia;
2. kebudayaan itu tidak diturunkan secara biologis melainkan diperoleh melalui proses belajar; dan
3. kebudayaan itu didapat, didukung dan diteruskan oleh manusia sebagai anggota
masyarakat.
1. Sistem kepercayaan
         Sejalan dengan perkembangan kehidupan manusia, maka masyarakat Indonesia sebelum adanya pengaruh Hindu-Buddha juga telah mempercayai adanya kekuatan di luar diri mereka. Hal ini juga tidak terlepas dari kehidupan mereka.
yang berladang dan bersawah. Kehidupan ini hanya dapat berjalan dalam masyarakat yang sudah teratur, yang telah mengetahui hak dan kewajibannya. Ini berarti telah ada organisasi dan yang menjadi pusat organisasi ialah desa dan ada aturan-aturan yang harus dipatuhi bersama. Dalam suasana untuk saling memahami, saling menghargai, tolong menolong dan bertanggung jawab, maka muncullah faktor baru, yakni pemimpin (ketua desa/datuk). Yang memegang pimpinan adalah ketua adat, yang dianggap memiliki kelebihan dari yang lain. Ia harus melindungi anggotanya dari serangan kelompok lain, atau ancaman binatang buas sehingga tercipta kemakmuran, kesejahteraan dan ketentraman. Pemimpin bekerja untuk kepentingan seluruh desa, maka masyarakat berhutang budi kepada pemimpinnya. Sifat kerja sama antara rakyat dan pemimpinnya membentuk persatuan yang kuat, memunculkan kepercayaan, yakni memuja roh nenek moyang, memuja roh jahat dan roh baik bahkan mereka percaya bahwa tiap-tiap benda memiliki roh. Dengan demikian muncullah Animisme, Dinamisme, dan Totemisme.
a. Animisme
     kepercayaan yang memuja arwah dari nenek moyang
b. Dinamisme
     kepercayaan bahwa pada benda-benda tertentu baik benda hidup atau mati     bahkan juga benda-benda ciptaan (seperti tombak dan keris) mempunyai kekuatan gaib dan dianggap bersifat suci.
c. Totemisme
kepercayaanmenghormati binatang-binatang tertentu untuk dipuja dan     dianggapnya seketurunan
2. Sistem kemasyarakatan atau organisasi social
Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan,masyarakatnya hidup berkelompok-kelompok dalam jumlah yang kecil. Tetapi hubungan antara kelompoknya sudah erat karena mereka harus bersama-sama menghadapi kondisi alam yang berat,sehingga system kemasyarakatan yang muncul saat itu sangat sederhana.
         Tetapi pada masa bercocok tanam,kehidupan masyarakat yang sudah menetap semakin mengalami perkembangan dan hal inilah mendorong masyarakat untuk membentuk keteraturan hidup.
         Selanjutnya sistem kemasyarakatan terus mengalami perkembangan khusunya pada masa perundagian. Karna pada masa ini kehidupan masyarakat lebih kompleks. Masyarakat terbagi-bagi menjadi kelompok-kelompok sesuai bidang keahliannya.
       
3. Sistem pengetahuan
     Sejak zaman Neolithikum, masyarakat Indonesia telah mengenal pengetahuan yang tinggi, dimana masyarakat telah dapat memanfaatkan angin musim sebagai tenaga penggerak dalam aktivitas perdagangan dan pelayaran juga mengenal astronomi atau ilmu perbintangan sebagai petunjuk arah pelayaran atau sebagai petunjuk waktu dalam bidang pertanian.
          Selain berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi, juga dikenal oleh masyarakat prasejarah terutama pada zaman perundagian, yaitu teknologi pengecoran logam sehingga pada masa perundagian masyarakat sudah mampu menghasilkan alat-alat kehidupan yang terbuat dari logam.
4. Bahasa
5. Kesenian
      Kesenian dikenal oleh masyarakat prasejarah pada zaman mesolithikum yang dibuktikan dengan adanya lukisan-lukisan pada dinding-dinding gua. Untuk selanjutnya kesenian mengalami perkembangan yang pesat pada zaman neolithikum, karena pada masa bercocok tanam terdapat waktu senggang dari menanam hingga panen. Yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menyalurkan jiwa seni, dari seni membatik, gamelan, bahkan wayang.
Secara historis, seni lukis sangat terkait dengan gambar. Peninggalan-peninggalan prasejarah memperlihatkan bahwa sejak ribuan tahun yang lalu, nenek moyang manusia telah mulai membuat gambar pada dinding-dinding gua untuk mencitrakan bagian-bagian penting dari kehidupan. Sebuah lukisan atau gambar bisa dibuat hanya dengan menggunakan materi yang sederhana seperti arang, kapur, atau bahan lainnya. Salah satu teknik terkenal gambar prasejarah yang dilakukan orang-orang gua adalah dengan menempelkan tangan di dinding gua, lalu menyemburnya dengan kunyahan dedaunan atau batu mineral berwarna. Hasilnya adalah jiplakan tangan berwana-warni di dinding-dinding gua yang masih bisa dilihat hingga saat ini. Kemudahan ini memungkinkan gambar (dan selanjutnya lukisan) untuk berkembang lebih cepat daripada cabang seni rupa lain seperti seni patung dan seni keramik.
6. Sistem mata pencaharian hidup
Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan
         Pada masa ini secara fisik manusia masih terbatas usahanya dalam menghadapikondisi alam. Tingkat berpikir manusia yang masih rendah menyebabkan hidupnya berpindah-pindah tempat dan menggantungkan hidupnya kepada alam dengan cara berburu dan mengumpulkan makanan.
Masa Bercocok Tanam
          Pada masa ini kemampuan berpikir manusia mulai berkembang. Sehingga timbul upaya menyiapkan persediaan bahan makanan yang cukup dalam suatu masa tertentu. Dari upaya tersebut maka manusia bercocok tanam dan tidak lagi tergantung kepada alam.
Masa Perundagian
          Pada masa ini masyarakat sudah mengenal teknik-teknik pengolahan logam. Pengolahan logam memerlukan suatu tempat serta keahlian khusus. Tempat untuk mengolah logam dikenal dengan nama perundagian dan orang yang ahli mengerjakannya dikenal dengan sebutan Undagi.
7. Sistem peralatan hidup

Zaman Batu
          Zaman batu adalah suatu periode ketika peralatan hidup manusia secara dominan terbuat dari batu, Zaman batu terbagi atas zaman batu tua, zaman batu madya, zaman batu baru, dan zaman batu besar.
a. Zaman Batu Tua (Paleolithikum)
  • Kapak genggam atau kapak perimbas  berfungsi untuk menggali umbi, memotong, dan menguliti binatang. Kapak perimbas berfungsi untuk merimbas kayu, memecah tulang, dan sebagai senjata,
  • Alat-alat dari tulang dan tanduk binatang berfungsi sebagai alat penusuk, pengorek, dan tombak.
  • Alat serpih (flakes) Biasanya digunakan untuk mengiris daging atau memotong umbi-umbian dan buah-buahan.
b. Zaman Batu Madya (Mesolithikum)
          Pada zaman ini alat-alat dari batu sudah mulai digosok, tetapi belum halus.
  • Kapak Sumatra (pebble).
  • Batu Pipisan digunakan untuk menggiling makanan, menghaluskan cat merah (seperti Nampak dari bekas-bekasnya).
  • Kjokkenmoddinger adalah sampah daur (bahasa Denmark) kjokken = dapur, modding = sampah. Sampah ini berwujud kulit siput dan kerang yang menumpuk ribuan tahun sehingga membentuk bukit, tingginnya karang-karang mencapai 7 meter dan sudah menjadi fosil
  • Abris Sous Roche adalah tempat tinggal zaman prasejarah yang berwujud goa-goa dan ceruk-ceruk di dalam batu karang untuk berlindung. Dari goa ini berhasil ditemukan beberapa artefak atau peninggalan prasejarah, misalnya: flakes, ujung anak panah, alat-alat dari tulang , tanduk rusa, alat-alat dari perunggu dan besi juga fosil dari manusia Papua Melanesoid.

c. Zaman Batu Baru (Neolithikum)

          Pada zaman neolithikum, peralatan dari batu sudah digosok halus karena mereka sudah mengenal teknik mengasah dan mengupam. Peralatan itu antara lain sebagai berikut.
  • Kapak persegi untuk mengerjakan kayu.
  • Kapak bahu adalah kapak persegi, namun pada tangkai diberi “leher” sehingga menyerupai bentuk botol persegi.
  • Kapak lonjong adalah kapak dengan penampang berbentuk lonjong atau bulat telur. Kapak lonjong banyak disebut sebagai kapak Irian karena banyak ditemukan di Irian (Papua).
          Adapun benda-benda lain dari zaman neolithikum adalah sebagai berikut.
  • Perhiasan ,
  • Tembikar
  • Pakaian

d. Zaman Batu Besar (Megalithikum)
  • Menhir, digunakan sebagai media untuk pemujaan terhadap roh nenek moyang.
  • Dolmen digunakan untuk meletakkan sesajian dan pemujaan kepada nenek moyang. Ada pula sebagai tempat menguburkan mayat.
  • Sarkofagus atau Keranda merupakan peti mayat yang terbuat dari batu.
  • Kubur batu, adalah peti mayat dari batu,
  • Punden berundak, digunakan untuk melakukan pemujaan terhadap roh nenek moyang.
  • Waruga, yaitu kubur batu yang berbentukkubus atau bulat. Bangunan ini terbuat dari batu besar yang utuh.
  • Arca atau patung yaitu bangunan yang terbuat dari batu besar berbentuk binatang atau manusia yang melsmbsngkan nenek moyang serta dipuja-puja.

2. Zaman Logam (Perundagian)
       Pada zaman Logam orang sudah dapat membuat alat-alat dari logam di samping alat-alat dari batu. Orang sudah mengenal teknik melebur logam, mencetaknya menjadi alat-alat yang diinginkannya.
a. Zaman tembaga
b. Zaman perunggu
c. Zaman besi

Unsur Kebudayaan

Posted by Unknown

FASE-FASE PERKEMBANGAN ILMU ANTROPOLOGI

1. FASE PERTAMA (SEBELUM 1800)
            Kedatangan bangsa eropa barat ke benua Afrika, Asia, dan Amerika selama 4 abad (sejak abad ke-15 hingga permulaan abad ke-16) membawa pengaruh bagi berbagai suku bangsa ketiga benua tersebut. Bersamaan dengan itu mulai terkumpul tulisa buah tangan para musafir, pelaut, pendeta penyiar agama nasrani, penerjemah kitab injil, dan pegawai pemerintahan jajahan dalam bentuk kisah perjalanan, laporan dan sebagainya. Dalam buku-buku tersebut terdapat berbagai pengetahuan berupa diskripsi tentang adat istiadat, susunan, masyarakat, dan ciri-ciri fisik dari beragam suku bangsa baik di Afrika, Asia, Oseania (yaitu kepulauan di laut teduh) maupun suku bangsa Indian, penduduk pribumi Amerika. Bahan deskripsi itu (disebut ‘etnografi’ dari kata ethos=bangsa) sangat menarik karena berbeda bagi bangsa eropa bangsa barat kala itu. Akan tetapi, deskripsi tersebut sering kali tidak jelas/kabur, tidak teliti, dan hanya memperhatikan hal-hal yang tampak aneh bagi mereka. Selain itu ada tulisan yang baik dan teliti. Kemudian dalam pandangan kalangan terpelajar di Eropa Barat timbul tiga macam sikap yang bertentangan terhadap bangsa Afrika, Asia,Oseania, dan orang-orang Indian di Amerika tadi, yaitu:
a) Ada yang berpandangan bahwa bangsa itu bukan manusia sebenarnya, melainkan mereka manusia liar,  keturunan iblis dan sebagainya. Dengan demikian timbul istilah-istilah seperti iblis dan sebagainya. Dengan demikian timbul istilah-istilah seperti savages, primitives, untuk menyebut bangsa-bangsa tadi.
b) Ada yang berpendapat bahwa masyarakat bangsa-bangsa itu adalah contoh dari masyarakat yang masih murni, belum mengenal kejahatan dan keburukan seperti yang ada dalam masyarakat bangsa-bangsa Eropa Barat waktu itu.
c) Ada yang tertarik akan adat-istiadat yang aneh, dan mulai mengumpulkan benda-benda kebudayaan dari suku-suku bangsa di Afrika,Asia, Oseania, dan Amerika pribumi tadi itu. Kumpulan-kumpulan pribadi itu ada yang dihimpun jadi satu, supaya dapat dilihat oleh umum, dengan demikian timbul museum-museum pertama tentang kebudayaan bangsa-bangsa di luar Eropa.
            Pada permulaan abad ke-19 perhatian terhadap himpunan pengetahuan tentang masyarakat, adat-istiadat dan ciri-ciri fisik bangsa-bangsa di luar Eropa dari pihak dunia ilmiah menjadi sangat besar, demikian besarnya sehingga timbul usaha-usaha pertama dari dunia ilmiah untuk mengintegrasikan seluruh himpunan bahan pengetahuan etnografi tadi menjadi satu.
2. Fase kedua (kira-kira pertengahan abad ke 19)
         Integrasi yang sungguh-sungguh baru, timbul pada pertengahan abad ke-19. Karangan-karangan etnografi tersebut berdasarkan cara berfikir evolusi masyarakat. Secara singkat, cara berfikir itu dapat dirumuskan sebagai berikut: masyarakat dan kebudayaan menusia telah berevolusi dengan sangat lambat yakni dalam jangka waktu beribu-ribu tahun lamanya, dan tingkat-tingkat yang rendah, melalui beberapa tingkat antara, sampai ke tingkat-tingkat. Bentuk masyarakat dan kebudayaan seperti yang hidup di Eropa Barat kala itu. Semua bentuk masyarakat dan kebudayaan dari bangsa-bangsa di luar Eropa (oleh orang Eropa disebut primitive) dianggap sebagai contoh dari tingkat kebudayaan lebih rendah, yang masih hidup sampai sekarang sebagai sisa-sisa dari kebudayaan manusia zaman dahulu. Berdasarkan cara berfikit tersebut, maka semua bangsa di dunia dapat digolongakan menurut tingkat evolusi itu. Dengan timbulanya beberapa karangan sekitar tahun 1860, yang mengklasifikasikan tentang beragam kebudayaan diseluruh dunia ke dalam tingkat-tingkat evolusi tertentu. Maka timbulah ilmu antropologi.
            Kemudian timbul pula beberapa karangan hasil penelitian tentang sejarah penyebaran kebudayaan-kebudayaan bangsa-bangsa di muka bumi. Di sini pun kebudayaan bangsa-bangsa di luar Eropa itu dianggap sebagai sisa-sisa dan contoh-contoh dari kebudayaan manusia yang kuno sehingga dengan meneliti kebudayaan menusia yang kuno sehingga dengan meneliti kebudayaan bangsa-bangsa di luar Eropa itu orang menambah pengetahuan tentang sejarah penyebaran kebudayaan manusia. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa fase perkembangannya yang kedua ini ilmu antropologi berupa suatu ilmu yang akademikal, dengan tujuan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk mendapatkan suatu pengertian tentang tingkat-tingkat kuno dalam sejarah evolusi dan sejarah penyebaran kebudayaan manusia.
3. Fase Ketiga (permulaan Abad ke-20) 
         Pada permulaan abad ke-20, sebagian negara penjajah di Eropa berhasil untuk mencapai kemantapan kekuasaannya di daerah jajahan di luar Eropa. Untuk keperluan pemerintahan jajahannya tadi, yang waktu itu mulai berhadapan langsung dengan bangsa-bangsa terjajah diluar Eropa, maka ilmu antropologi sebagai ilmu yang justru mempelajari bangsa-bangsa di daerah-daerah di luar Eropa itu, menjadi sangat penting. Berkaitan erat dengan itu dikembangkan pemahaman bahwa mempelajari bangsa-bangsa di daerah di luar Eropa itu penting karena bangsa-bangsa itu pada umumnya mesih mempunyai masyarakat yang belum kompleks seperti masyarakat bangsa Eropa. Suatu pengertian tentang masyarakat yang tidak kompleks akan menambah juga pengertian orang tentang masyarakat yang kompleks. 
       Suatu ilmu antropologi dengan sifat-sifat seperti yang terurai tadi, terutama perkembangan di inggris sebagai negara penjajah yang utama, ddan juga yang semua negara koloni lainnya. Amerika Serikat pun bukan negara kolonial, tetapi telah mengalami berbagai masalah yang berhubungan dengan suku-suku bangsa indian penduduk pribumi Benua Amerika, kemudian terpengaruh oleh ilmu Antropologi yang baru tadi. 
        Dalam fase ketiga ini ilmu antropologi menjadi suatu ilmu yang praktis, dan tujuannya dapat dirumuskan sebagai berikut: mempelajari masyarakat dan kebudayaan suku-suku bangsa di luar Eropa, guna kepentingan pemerintah kolonial dan guna mendapatkan suatu pengertian tentang masyarakat masa kini yang kompleks.
4. Fase keempat (sesudah kira-kira 1930)
     Dalam fase ini antropologi mengalami perkembangannya yang paling luas, baik mengenai bertambahannya bahwa pengetahuan yang jauh lebih teliti, maupun mengenai ketajaman dari metode-metode ilmiahnya. Selain itu kita lihat adanya dua perubahan di dunia: 
a) Timbulnya antipati terhadap kolonialisme terhadap Perang Dunia II. 
b) Cepat hilangnya bangsa-bangsa primitif (dalam arti bangsa-bangsa asli dan terpencil dari pengaruh kebudayaan Eropa-Amerika) yang sekitar tahun 1930 mulai hilang, dan sesudah Perang Dunia II memang hampir tidak ada lagi bumi ini.
        Proses-proses tersebut menyebabkan ilmu antropologi seolah-olah kehilangan lapangan-lapangan penelitian dengan pokok dan tujuan yang baru. Adapun warisan dari fase-fase perkembangan semula, Yaitu yang pertama, kedua, dan ketiga, berupa bahan etnografi dan banyak metode ilmiah, tentu tidak dibuang sedemikian saja, tetapi menjadi umum di negara-negara lain juga setelah tahun 1951, ketika 60 orang tokoh ahli antropologi dari berbagai negara di Amerika dan Eropa (termasuk Uni Soviet), mengadakan suatu simposium internasional untuk meninjau dan merumuskan pokok tujuan dan ruang lingkup dari ilmu antropologi yang baru itu.
          Pokok atau sasaran dari penelitian para akli antropologi sudah sejak tahun 1930, memang tidak hanya suku-suku bangsa primitif yang tinggal di Benua Eropa saja, tetapi sudah teralih kepada manusia di daerah pedesaan pada umumnya, ditinjau dari sudut keragaman fisiknya, masyarakatnya, serta kebudayaannya. Dalam hal itu, perhatian tidak hanya tertuju kepada penduduk daerah pedesaan di luar benua Eropa, tetapi juga kepada suku-suku bangsa di daerah pedesaan di Eropa (seperti suku-suku bangsa Soami, Flam, Lapp, Albania, Irlandia, penduduk pegunungan Sierra dan lain-lain), dan kepada penduduk beberapa kota kecil di Amerika Serikat (Middletown, Jonesville dan lain-lain).
           Mengenai tujuannya, ilmu antropologi yang baru dalam fase-perkembangan yang keempat ini dapat di bagi dua, yaitu tujuan akademikal dan tujuan praktisnya. Tujuan akademiknya adalah mencapai pengertian tentang makhluk manusia pada umumnya dengan mempelajari keragaman bentuk fisiknya, masyarakat, serta kebudayaannya. Karena di dalam praktik ilmu antropologi biasanya mempelajari masyarakat suku-bangsa, maka tujuan praktisnya adalah mempelajari manusia dalam keragaman masyarakat suku bangsa guna membangun masyarakat suku bangsa itu.

Sumber : http://kulpulan-materi.blogspot.com/2012/01/fase-fase-perkembangan-ilmu-antropologi.html

ANTROPOLOGI HUKUM

Pengertian Antropologi Hukum

Antropologi hukum merupakan salah bidang ilmu hukum yang masih sangat jarang diketahui oleh masyarakat luas. Orang lebih mengenal antropologi sebagai bidang ilmu yang dekat dengan peristiwa  sejarah dan budaya dan karena itu tidak mungkin memiliki kaitan dengan ilmu hukum. Namun inilah hukum, bidang ilmu yang sangat luas dan mencakup hampir seluruh aspek kehidupan manusia.
Sebelum kita masuk dalam pembahasan mengenai antropologi hukum, ada baiknya kita menilik terlebih dahulu pengertian antropologi hukum itu sendiri.
Antropologi merupakan istilah yang berasal dari bahasa yunani, yakni berasal dari kata “antropos” dan kata “logos”. Antropos dalam bahasa yunani berarti manusia sedangkan logos dalam bahasa yunani berarti ilmu. Dengan demikian, pengertian antropologi secara harafiah adalah ilmu tentang manusia. Antropologi merukan bidang ilmu yang mempelajari manusia sebagai makhluk biologis dan manusia sebagai makhluk sosial.
Ada beberapa pengertian yang diberikan oleh para ahli mengenai definisi antropologi, antara lain:
Antropologi menurut William A. Havilland adalah
“kajian mengenai umat manusia yang berupaya menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia”.
Antropologi menurut David Hunter adalah
“Bidang ilmu yang lahir dari keingintahuan manusia yangtidak terbatas pada manusia”.
Antropologi menurut Koentjaraningrat adalah
“Bidang ilmu yang mempelajari manusia pada umumnya melalui aneka warna dan bentuk fisik serta kebudayaan yang dihasilkan oleh manusia”.
Berdasarkan pengertian antropologi yang disebutkan diatas, maka dapat diuraikan pengertian antropologi hukum sebagai berikut:
Antropologi hukum adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari manusia dan kebudayaannya di bidang hukum”.
Selanjutnya, yang dimaksud dengan kebudayaan hukum dalam antropologi hukum adalah segala kebudayaan yang terkait dengan aspek hukum yang digunakan oleh kekuasaan dalam masyarakat untuk mengatur anggota masyarakatnya agar tidak melanggar aturan dan norma sosial yang telah diatur dan ditetapkan dalam masyarakat itu sendiri.
Terdapat pengertian mengenai antropologi hukum dari sudut pandang antropologi dan sudut pandang ilmu hukum itu sendiri. Dari sudut  pandang antropologi, antropologi hukum merupakan sub disiplin antropologi budaya yang memfokuskan kajiannya pada berbagai fenomena empiris terkait dengan aspek hukum dalam kehidupan masyarakat secara luas, sedangkan dari sudut pandang ilmu hukum itu sendiri, antropologi hukum merupakan sub  disiplin atas bidang hukum empiris yang konsentrasi kajiannya pada studi mengenai hukum dengan menggunakan pendekatan antropologi.

Lahirnya Antropologi Hukum

Antropologi hukum merupakan salah satu bidang ilmu sosial yang tergolong masih sangat baru bila dibandingkan dengan ilmu sosial lainnya. Antropologi hukum sebagai salah satu sub bidang ilmu hukum lahir setelah para ahli antropologi melakukan penelitian mengenai hukum sebagai sarana pengendalian sosial. Sehingga ilmu mengenai antropologi hukum itu sendiri lahir bukan dari para ahli hukum melainkan dari ahli antropologi yang melakukan studi mengenai hukum dan masyarakat.
Sebuah karya klasik dari Sir Henry Maine yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1862 menjadi cikal bakal lahirnya antropologi hukum. Karya klasik yang  berjudul “the ancient law” tersebut mengulas mengenai “the evolutionistic theory” dan menyatakan bahwa “hukum berkembang seiring dan sejalan dengan perkembangan masyarakat, mulai dari masyarakat yang sederhana atau primitif, masyarakat tradisional dan kesukuan atau tribal hingga masyarakat yang modern dan serba kompleks.

Perkembangan Antropologi Hukum

Pada awal perkembangannya, antropologi hukum mengkaji mengenai hukum dan eksistensinya serta implementasi hukum dalam masyarakat yang primitif dan kesukuan atau tradisional. Kemudian pada tahun 1940an dampai dengan sekitar tahun 1950an kajian antropologi hukum mulai bergeser ke arah kajian mengenai bentuk-bentuk penyelesaian sengketa dalam masyarakat. Tema kajian antropologi hukum terus berkembang hingga pada tahun 1960an tema studi antropologi hukum lebih berkonsentrasi pada adanya fenomena kemajemukan hukum.

Tema kajian antropologi hukum terus berkembang hingga pada tahun 1970an mulai secara sistematis diarahkan untuk mengkaji hubungan antar institusi atau lembaga-lembaga penyelesaian sengketa secara tradisional dan neo tradisional serta menurut institusi hukum modern yang ada dalam sebuah negara.
Antropologi hukum telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pengembangan ilmu hukum. Kajian mengenai antropologi hukum akan kami bahas lebih lanjut dalam artikel berikutnya. Semoga artikel mengenai antropologi hukum ini bermanfaat bagi anda.

Antropologi Hukum

Posted by Unknown

About Me

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © Antropologi Suki Desu :D -Black Rock Shooter- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan